Puisi-puisi Sobih Adnan

Purna Hujan

Selepas hujan, aku kerap menjemputmu di batas bibir,
Menyebut namamu; berkali-kali,
Entah,
Rumput berkeringat, mendugaku melafalkan mantra-mantra pemanggil kemarau.
Aku hanya heran,
Untuk apa Tuanmu mencipta kenangan?
Sedangkan sore dan hujan, semacam jembatan tanpa pilihan; memaksaku, menyeberangi terjal kerinduan.

Adora,
Kemarilah sayang,
Terkadang jarak bukan siapa-siapa,
Sesekali kita harus mengabaikannya.
Dan kemarilah,
Aku, kau, jarak, juga hujan,
Ada kalanya tak perlu dikenang,
Karena Khuldi tumbuh sendiri,
Memisahkan dua raga,
Tanpa perlu terus bebasahan.

Cirebon, 20 Desember 2012

Pasal 5
: Adora Arundaya

Hatimu; meja berwarna hijau,
Palu mengetuk,
Aku acuh.

Dan kini,
Matamu; penjara tetahunan,
Memvonis mimpi, sebagai kenangan.
2012

Memeluk-Tatap
Menatap matamu, ada sebuah hari yang kau sembunyikan di dalamnya.
; Hari kelahiran kupu-kupu, bermekaran bunga-bunga.

Dan kali ini, aku hanya ingin sedikit bergumam;
Sayang,
Biarkanlah mereka bergegas,
Menetas ke masing-masing ruang dada, yang sedang menyesak luar biasa.
"Bukankah seusai warna, terhadap pisah; saling rela kita, terlihat sangat pura-pura?".

2012

Pantuisi
Pernah kutemukan sungai terpanjang,
Dialah yang mengalir dari mata ke pipimu,
Berjuta tempuh kubuat hatimu tenang,
Segenap luka kurebut jadi milikku.

2012

Sobih Adnan, Penyair muda asal Cirebon, aktif di Komunitas Seniman Santri (KSS) dan masih nyantri di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon. Kerap menulis puisi, cerpen, dan essai di beberapa media cetak dan online. Buku yang pernah ditulis: Kumpulan Puisi "Nyanyian Gagang Telepon" (Wedatama Widya Sastra, Jakarta Selatan: 2009).

Facebook: Sobih Adnan | Twitter: @SobihAdnan |
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Comments