Pemilu Untuk Perubahan (PART II) Bukan Jalan Perubahan Hakiki


 

Pemilu nyatanya tidak memberikan perbaikan dan perubahan yang hakiki. Pemilu yang terjadi hanya memberikan pergantian rezim, sementara sistemnya tetap tidak berubah. Sebab pemilu di manapun memang didesain hanya untuk rotasi dan pergantian orang atau rezim, bukan untuk perubahan sistem dan ideologi.

Karenanya, meski sudah sebelas kali pemilu di gelar di negeri ini, sistem demokrasi yang mkemberikan hak pembuatan hukumkepada manusia tetap bercokol. Demokrasilah pintu lahirnya berbagai UU yang merugikan rakyat. Sistem ekonomi kapitalisme juga tetap bertahan dan bahkan makin kapitalistik.

Jika perubahan yang diimpikan adalah perubahan rezim, perubahan orang, maka pemilu bisa memberikan itu. Namun, perubahan rezim tidak selalu membawa kebaikan bila tidak di ikuti dengan perubahan sistem. Buktinya, seperti yang selama ini terjadi. Rezim demi rezim berganti tetapi kondisinya tak b anyak berubah. Malah banyak orang menilai kondisi sekarang dalam banyak hal, misalnya korupsi, lebih buruk dari sebelumnya. Begitu parahnya praktik korupsi, sampai muncul anekdot, bila pada masa orde baru korupsi di lakukan di bawah meja, sekarang di atas meja, bahkan mejanyapun di korup.

Sistem politik justru menjadi semakin mahal. Menurut Mahfud MD, mantan ketua MK, “saat biaya politik semakin mahal, elit juga semakinb jelek karena sistem yang di bangun mendorong ke arah korupsi. Malaikat masuk ke dalam sistem indonesia pun bisa jadi iblis juga. “sistem politik yang mahal itu membuat kekuatan uanglah yang dominan. Jadilah negara makin kental bercorak korporatokrasi. Persekongkolan pengusaha-pengusaha pun semakin menjadi-jadi.

Jelas dari apa yang terjadi, tidak ada perubahan yang mendasar yang terjadi meski pemilu sudah sebelas kali. Indonesia masih menganut sistem demokrasi sekular yang menihilkan peran agama di ranah publik. Pemilu juga ternyata hanya menjadi alat untuk memperpanjang usia demokrasi sambil rakyat di kibuli lima tahun sekali.

Jadilah negeri ini seperti sekarang. Tak ada namanya kepentingan rakyat. Yang ada hanyalah kepentingan elite politik dan para kapitalis. Hal tersebut terjadi karena yang berubah dari negeri ini hanyalah orang dan rezim. Sistem politikmasih demokrasi sekular, sementara sistem ekonomi masih kapitalistik. Pakta yang terjadi saat ini hanyalah pergantian orang dari generasi ke generasi, hanya peralihan dari rezim yang satu ke rezim yang lain.

Sejarah panjang bangsa ini seharusnya menjadi pelajaran buat kita, bahwa tidak cukup mengganti orang, berbagai masalah tidak bisa diselesaikan hanya dengan mengganti rezim. Sebelas kali pemilu berlangsung, enam kali presiden berganti, tidak ada yang berubah dari negeri ini. Bahkan negeri ini makin terpuruk hampir di semua lini.

Semua itu akibat terus mempertahankan sistem sekuler demokrasi kapitalisme.

Comments