Pemilu nyatanya tidak
memberikan perbaikan dan perubahan yang hakiki. Pemilu yang terjadi
hanya memberikan pergantian rezim, sementara sistemnya tetap tidak
berubah. Sebab pemilu di manapun memang didesain hanya untuk rotasi
dan pergantian orang atau rezim, bukan untuk perubahan sistem dan
ideologi.
Karenanya, meski sudah
sebelas kali pemilu di gelar di negeri ini, sistem demokrasi yang
mkemberikan hak pembuatan hukumkepada manusia tetap bercokol.
Demokrasilah pintu lahirnya berbagai UU yang merugikan rakyat. Sistem
ekonomi kapitalisme juga tetap bertahan dan bahkan makin
kapitalistik.
Jika perubahan yang
diimpikan adalah perubahan rezim, perubahan orang, maka pemilu bisa
memberikan itu. Namun, perubahan rezim tidak selalu membawa kebaikan
bila tidak di ikuti dengan perubahan sistem. Buktinya, seperti yang
selama ini terjadi. Rezim demi rezim berganti tetapi kondisinya tak b
anyak berubah. Malah banyak orang menilai kondisi sekarang dalam
banyak hal, misalnya korupsi, lebih buruk dari sebelumnya. Begitu
parahnya praktik korupsi, sampai muncul anekdot, bila pada masa orde
baru korupsi di lakukan di bawah meja, sekarang di atas meja, bahkan
mejanyapun di korup.
Sistem politik justru
menjadi semakin mahal. Menurut Mahfud MD, mantan ketua MK, “saat
biaya politik semakin mahal, elit juga semakinb jelek karena sistem
yang di bangun mendorong ke arah korupsi. Malaikat masuk ke dalam
sistem indonesia pun bisa jadi iblis juga. “sistem politik yang
mahal itu membuat kekuatan uanglah yang dominan. Jadilah negara makin
kental bercorak korporatokrasi. Persekongkolan pengusaha-pengusaha
pun semakin menjadi-jadi.
Jelas dari apa yang
terjadi, tidak ada perubahan yang mendasar yang terjadi meski pemilu
sudah sebelas kali. Indonesia masih menganut sistem demokrasi sekular
yang menihilkan peran agama di ranah publik. Pemilu juga ternyata
hanya menjadi alat untuk memperpanjang usia demokrasi sambil rakyat
di kibuli lima tahun sekali.
Jadilah negeri ini
seperti sekarang. Tak ada namanya kepentingan rakyat. Yang ada
hanyalah kepentingan elite politik dan para kapitalis. Hal tersebut
terjadi karena yang berubah dari negeri ini hanyalah orang dan rezim.
Sistem politikmasih demokrasi sekular, sementara sistem ekonomi masih
kapitalistik. Pakta yang terjadi saat ini hanyalah pergantian orang
dari generasi ke generasi, hanya peralihan dari rezim yang satu ke
rezim yang lain.
Sejarah panjang bangsa
ini seharusnya menjadi pelajaran buat kita, bahwa tidak cukup
mengganti orang, berbagai masalah tidak bisa diselesaikan hanya
dengan mengganti rezim. Sebelas kali pemilu berlangsung, enam kali
presiden berganti, tidak ada yang berubah dari negeri ini. Bahkan
negeri ini makin terpuruk hampir di semua lini.
Semua itu akibat terus
mempertahankan sistem sekuler demokrasi kapitalisme.
Comments